Fiqih Muamalah
1) MUAMALAH
B. Ruang Lingkup Fikih Muamalah
Menurut Al Fikr, dalam bukunya “ Al Mumalah Al Madiyah wa Al Adabiyah “, muamalah terbagi menjadi 2 bagian :
D. Prinsip Prinsip
Muamalah
▪ Prinsip Tauhid (Unity)
▪ Prinsip Halal
▪ Prinsip mashlahah
▪ Prinsip ibadah
▪ Prinsip kebebasan bertransaksi Prinsip “an taradhin minkum” (suka sama suka)
▪ Prinsip kerja sama Saling menguntungkan dan solidaritas (persaudaraan dan saling membantu).
▪ Prinsip membayar zakat
▪ Prinsip keadilan (justice)
▪ Prinsip Amanah
▪ Prinsip komitmen terhadap akhlaqul karimah
▪ Prinsip terhindar dari jual beli dan investasi yang dilarang :
➢ Terhindar dari ihtikaar (upaya menimbun barang)
➢ Terhindar dari upaya melambungkan harga
➢ Terhindar dari Riba
Etimologis : ziyadah (tambahan), tumbuh, dan membesar
Terminologis : Pengambilan tambahan dari pokok atau modal secara tidak baik atau bertentangan
dengan prinsip syariah.
Status hukum riba adalah haram. (QS. Al-Baqarah/2: 275)
➢ Terhindar dari maysir ( terkandung unsur perjudian)
❖ Ba’i Mulamasah, jual beli secara menyentuh. contoh : seseorangmenyentuh sebuah
barang dengan tangannya maka orang tersebut harus membelinya.
❖ Ba’i Munabazah, jual beli secara lempar-melempar, sehingga objek barang tidak jelas
dan tidak pasti.
❖ Ba’i Hablul Hablah, menjual suatu barang dengan cara tidak tunai dengan jangka waktu
hingga janin dari janin yang ada diperut untayang hamil itu lahir.
❖ Ba’i al-mukhadarah, menjual buah yang belum masak
❖ Ba’i Madhamin : menjual sperma yang berada dalam
sulbi unta jantan
❖ Ba’i Malaqih : menjual janin unta yang masih berada dalam perut induknya.
❖ Ba’i Muhaqalah, Menjual yang tanaman yang masih ada di lading atau di sawah.
❖ Ba’i Muzabanah, Menjual buah-buahan secara barteratau menjual kurma kering
dengan kurma basah dengan ukuran yang sama.
❖ Bai’aiataini fil bai’ah, jual beli dimana dalam satu akan ada dua hargayang dalam
praktiknya tidak ada kejelasan akad (jahalah) atau hargamana yang akan diputuskan, juga berlaku jika dalam tranaksi ada dua akad, yang bercampur tanpa adanya pemisahan terlebih dahulu.
❖ Akad Mu’allaq, transaksi dimana jadi tidaknya transaksi tergantung pada transaksi lainnya.
❖ Dharbah al Ghawash, melakukan akad jual beli untuk barang temuanyang akan
ditemukan di kedalaman laut, sedangkan barang belumdiketahui dapat atau tidaknya barang diserahkan kepada pembeli.
➢ Terhindar dari syubhat (Rekayasa pasar dalam demand)
➢ Terhindar dari tadlis (manipulasi)
➢ Terhindar dari risywah (suap menyuap)
➢ Terhindar dari batil (tidak bermanfaat / ada unsur mudharat)
➢ Terhindar dari menjual barang digunakan untuk maksiat
2) HARTA DAN HAK MILIK
A.Pengertian harta
Secara bahasa (etimologis) : mal (jamak: amwal)
yang berarti condong,cenderung, miring.
Secara istilah (terminologis)
: sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkantabiatnya, baik
manusia itu memberikannya atau menyimpannya.
Unsur-unsur harta
(1) ‘aniyah :harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan)
(2)‘urf : Segala sesuatu yang dipandang harta olehseluruh manusia atau sebagian manusia tid
aklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkanmanfaatnya, baik manfaat madiyah maupun
ma’nawiyah.
Pembagian harta
cara memperolehnya, maupun penggunaannya
Asas Pemilikan Amwal
Menurut Pasal 17 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah:
▪ Amanah, bahwa pemilikan amwal pada dasarnya menupakan titipan dari Allah
SWT untuk
digunakan untuk kepentingan hidup.
▪ Infiradiyah, bahwa pemilikan benda pada dasarnya bersifat individual dan penyatuan
benda dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha atau korporasi.
▪ Ijtima’iyah, bahwa pemilikan benda tidak hanya memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan
hidup pemiliknya, tetapi pada saat yang sama di dalamnya terdapat hak masyarakat.
▪ Manfaat, bahwa pemilikan harta benda pada dasarnya diarahkan untuk memperbesar
manfaat dan mempersempit mudarat.
B. Hak
Macam-macam Hak
▪ Menurut pasal 18 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, juga bisa diperoleh dengan cara:
2) AKAD DALAM BERMUAMALAH
A. Pengertian Akad
▪ Al-aqd (jamak: al-uquud) artinya ikatan atau tali sampul.
▪ Menurut para ulama fiqih: hubungan antara ijab dan kabul sesuai
dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum
dalam objek perikatan.
▪ Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah : kesepakatan dalam suatu
perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau
tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
Rukun akad
▪ Al-aqid, pihak-pihak yang berakad.
▪ Sighat, perbuatan yang menunjukkan terjadinya akad berupa ijab (ucapan yang
diucapkan oleh penjual) dan qabul (ucapan setuju dan rela yang berasal
dari pembeli). Hal-hal yang harus diperhatiakan dalam sighat:
➢ Sighat al aqd harus
jelas pengertiannya.
➢ Harus bersesuaian
dengan ijab dan qabul.
➢ Menggambarkan
kesungguhan kemauan dari pihak- pihak yangberkaitan.
▪ Al-ma’qud alaih, objek akad.
▪ Tujuan pokok akad.
Jenis-jenis akad
▪ Akad menurut tujuannya
➢ Akad Tabarru : akad
yang dimaksudkan untuk menolong dan murni semata-mata karena mengharapkan
pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsure mencari “return”. Contoh :
Hibah, Waqaf, Wasiat, Wakalah, Kafalah, Hafalah, Rahn, Qiradh.
➢ Akad Tijari : akad yang
dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan keuntungan dimana rukun dan syarat
telah dipenuhi semuanya. Contoh : Murabahah, Salam, Istishna’,
Musyarakah.
▪ Akad menurut keabsahannya
➢ Akad Shahih : akad yang
memenuhi semua rukun dan syaratnya.
➢ Akad Fasid : akad yang
memenuhi semua rukun, tetapi syarat tidak dipenuhi.
➢ Akad Bathal :akad yang
rukun nya tidak terpenuhi, sehingga syarat juga tidak terpenuhi.
Macam-macam akad
▪ Akad munjiz ialah akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya
akad.
▪ Akad mualaq ialah akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam akad.
▪ Akad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaanya terdapat syarat-syarat
mengenai penanggulangan pelaksanaan akad Ilzam dan Iltizam
▪ Ilzam ialah pengaruh yang umum bagi setiap akad.
▪ Iltizam ialah keharusan mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu
untuk kepentingan orang lain.
Asas berakad dalam Islam
▪ Asas Ilahiah : nilai-nilai ketuhanan (Ketauhidan).
▪ Asas Kebebasan (Al-Hurriyah) : kebebasan untuk membuat perjanjian.
▪ Asas Pesamaan (Al-Musawah) : setiap manusia memiliki kesempatan yang sama
untuk melakukan suatu perikatan.
▪ Asas Keadilan (Al-‘Adalah)
▪ Asas Kerelaan (Ar-Ridha) : transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka
sama suka atau kerelaan antara masing-masing pihak, tidak boleh ada
tekanan, paksaan, penipuan, dan misstatement.
▪ Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash-Shidiq)
▪ Asas Tertulis (Al-Kitabah)
B. Akad Dalam Jual Beli Pengertian jual beli
(arab: ba’i) Tukar-menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan
dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.
Menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,
ba’i adalah jual beli antara benda dan benda, atau
pertukaran antara benda dengan uang.
Rukun jual beli :
(1) Pelaku transaksi : penjual dan pembeli,
(2) Objek transaksi : harga dan barang,
(3) Akad (transaksi) : baik perbuatan (mu’athah) maupun berbentuk kata-
kata (ijab dan qabul).
Hukum jual beli : (1) QS. Al-Baqarah : 275 “Allah telah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”, (2) QS. An-Nisaa : 29 “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu sekarang memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu.”
Syarat sahnya jual beli
▪ Saling rela antara kedua belah pihak (QS.An-Nisaa : 29).
▪ Pelaku akad harus orang yang telah balig, berakal dan mengerti
(QS.An-Nisaa : 5-6).
▪ Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh kedua
belah pihak.
▪ Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan agama.
▪ Objek transaksi harus bisa diserahterimakan. ▪ Objek jual beli diketahui
oleh kedua belah pihak saat akad.
▪ Harga harus jelas saat transaksi.
Bentuk-bentuk ba’i (jual beli)
▪ Ditinjau dari sisi objek akad ba’i
➢ Tukar menukar uang
dengan barang.
➢ Tukar menukar barang
dengan barang (muqayadhah/barter).
➢ Tukar menukar uang
dengan uang (sharf). Misal : tukar menukar rupiah dengan real.
▪ Ditinjau dari waktu serah terima
➢ Barang dan uang serah
terima dengan tunai (naqdan).
➢ Salam : uang dibayar
dimuka dan barang menyusul pada waktu yang disepakati.
➢ Ba’i ajal : barang
diterima di muka dan uang menyusul(kredit).
➢ Ba’I dain bi dain :
barang dan uang tidak tunai (jual beli utang dengan utang).
▪ Ditinjau dari cara menetapkan harga
➢ Ba’i musawamah : jual
beli dengan cara tawar-menawar penjual tidak menyebutkan harga pokok barang,
akan tetapi tetap menetapkan harga tertentu dan membuka peluang untuk
ditawar.
➢ Ba’i amanah : (1) ba’i
murabahah : pihak penjual menyebutkan harga pokok barang dan laba, (2) ba’i
al-wadh’iyyah : pihak penjual menyebutkan harga pokok barang atau menjual
barang tersebut di bawah harga pokok, (3) ba’i tauliyah : penjual menyebutkan
harga pokok dan menjualnya dengan harga tersebut.
Murabahah
▪ Pengertian Murabahah : Ribhu (keuntungan) sama dengan ba’i bitsmanil ajil
pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak
yang membutuhkan melalui transaksi jual beli denga penjelasan bahwa harga
pengadaan baragn dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan
atau laba bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai
(naqdan) atau angsur (muajjal).
▪ Rukun murabahah : (1) penjual dan pembeli, (2) objek yang diakadkan, (3)
shigat.
▪ Dasar hukum murabahah : QS.Al-Baqarah : 275
▪ Perbedaan antara murabahah, istishna’, dan salam murabahah, barangnya
sudah ada, sedangkan istishna’ dan salam melalui pemesanan
terlebihdahulu.
▪ Penerapan dalam perbankan pembiayaan barang-barang investasi seperti
melalui letter of credit (L/C) dan pembiayaan persediaan sebagai modal
kerja.
C. Akad Dalam Kemitraan Bisnis Mudharabah
▪ Pengertian mudharabah qiradh, muqaradhah kontrak (perjanjian) antara
pemilik modal (shahib al-mal) dan pengguna dana (mudharib) untuk digunakan
dalam aktivitas yang produktif dimana keuntungan dibagi dua antara pemodal dan
pengelola modal. Jika mengalami kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal,
jik kerugian itu terjadi dalam keadaan normal, pemodal tidak boleh intervensi
kepada pengguna dan (mudharib) dalam menjalankan usahanya.
▪ Rukun mudharabah : (1) shahib al-mal : pemilik modal, (2) mudharib :
pelaku usaha, (3) akad.
▪ Dasar hukum mudharabah QS. Al-Baqarah :198
▪ Jenis-jenis mudharabah (1) mudharabah mutlaqah : bentuk kerja sama antara
shahib al-mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usahanya, waktu dan daerah bisnis, (2) mudharabah muqayyadah,
mudharib membatasi jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.
Musyarakah (Syirkah)
▪ Pengertian musyarakah (syirkah) pencampuran kerja sama antara dua orang
atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau
kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan
nisbah.
▪ Rukun musyarakah : (1) orang yang melakukan transaksi, (2) shighat,
(3) objek yang ditransaksikan
▪ Dasar hukum musyarakah QS. Shad : 24 dan QS. An-Nisa : 12
▪ Perbedaan musyarakah dan mudharabah mudharabah, modal berasal dari
salah satu pihak, sedangkan musyarakah, modalnya berasal dari dua pihak atau
lebih.
▪ Macam-macam musyarakah :
➢ Syirkah amlak
(kepemilikan) : persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan satu
barang dengan sebab kepemilikan, bisa melalui hibah, warisan, wasiat, atau
kondisi lainnya yang berakibatpemilikan.
➢ Syirkah akad : tercipta
karena adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam
member modal dan mereka sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Macammacamnya:
❖ Syirkah inan yaitu
perserikatan harta dalam sebuah perdagangan.
a) Modal yang digabung oleh masing-masing pihak tidak harus sama.
b) Dalam soal tanggung jawab dan kerja juga tidak harussama
c) Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
d) Kerugian ditanggung sesuai dengan persentase modal masing-masing.
e) Dalam hal ini ulama’ fiqh membuat kaidah: “keuntungan dibagi
sesuai kesepakatan, kerugian sesuai persentase modal masing-masing”.
f) Rukun syirkatu inan adalah [1] adanya dua pihak, [2]adanya objek
transaksi, dan [3] adanya pelafalan akad.
❖ Syirkah mufawadhoh
yaitu perserikatan dua orang atau lebih pada suatu obyek. Dengan
kewajiban dan hak yang sama rata.
a) Jumlah modal dari masing-masing pihak harussama.
b) Pihak-pihak yang berserikat harus sama-sama kerja, tanpa ada yang lebih
dominan.
c) Unsur terpenting dari syirkah dalam jenis ini adalah adanya hak dan
kewajiban yang sama dari masing-masing pihak.
d) Apabila modal, kerja, dan keuntungan masing-masing beda, maka menurut ulama’
hanafiyah, perserikatan tersebut berubah menjadi syirkah al-Inan.
e) Masing-masing pihak bertindak atas nama orang-orang yang
berserikat.
❖ Syirkah wujuh yaitu
syirkah yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali.
(Ex : menggunakan reputasi)
❖ Syirkah Abdan yaitu
perserikatan yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak untuk menerima
suatu pekerjaan.
Muzara’ah
▪ Secara bahasa berarti muamalah atas tanah dengan sebagian yang keluar
sebagian darinya
▪ Secara istilah memberikan tanah kepada petani agar dia mendapatkan bagian
dari hasil tanamannya.
▪ Dilihat dari sah tidaknya, muzara'ah ada empat macam (Abu Yusuf) :
➢ Apabila lahan dan bibit
dari pemilik lahan, kerja dan alat dari petani, sehingga yang menjadi
obyek muzara'ah adalah jasa petani, maka hukumnya sah.
➢ Apabila pemilik lahan
hanya menyediakan lahan, sedangkan petani menyediakan bibit, alat, dan kerja,
sehingga yang menjadi obyek muzara'ah adalah manfaat lahan, maka muzara'ah juga
sah
➢ Apabila lahan, alat dan
bibit dari pemilik lahan dan kerja dari petani, sehingga yang menjadi
obyek muzara'ah adalahjasa petani maka akad sah.
➢ Apabila lahan pertanian
dan alat disediakan pemilik lahan sedangkan bibit dan kerja dari petani, maka
akad ini tidak sah. Menurutnya manfaat lahan tidak sejenis dengan manfaat alat,
lahan untuk menghasilkan buah dan alat sekedar mengolah. Alat pertanian
harus mengikut petani penggarap, bukan kepada pemilik lahan.
D. Akad Sewa Ijarah
▪ Secara bahasa, ijarah berarti upah, sewa, jasa atau imbalan Ijarah adalah
transaksi yang memperjual- belikan manfaat suatu harta benda, sedangkan
kepemilikian pokok benda itu tetap pada pemiliknya.
▪ Dasar hukum ijarah QS. Al-Baqarah : 233 dan QS. Az-Zukhruf : 32 serta hadits
“Dari Ibn Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW melakukan hijamah
(berbekam) dan memberikan orang yang melakukannya upahatas kerjanya”. (HR.
Bukhari).
▪ Rukun ijarah antara lain :
(1) al-'aqidani (dua belah pihak),
(2) shighat,
(3) pembayaran, dan
(4) manfaat.
▪ Objek ijarah ada 2, yaitu
(1) ijarah yang mentransaksikan manfaat harta benda yang lazim disebut
dengan persewaan,
(2) ijarah yang mentransaksikan manfaat SDM yang lazim disebut dengan
perburuhan.
▪ Akadi ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat.
▪ Akad ijarah tidak berlaku bagi sesuatu (barang) yang menghasilkan sesuatu
(barang), seperti pohonan yang menghasilkan buah, sebab buah
itu sendiri berujud materi, sedangkan dalam akad ijarah harus berwujud
manfaat.
▪Akad ijarah juga tidak boleh terhadap nilai tukar uang, sebab penyewaan terhadap
uang akan menghabiskan materinya, sedangkan dalam akad ijarah yang dituju
hanyalah manfaat dari suatu benda.
▪ Ibn Taimiyah tidak sepakat dengan
batasan poin 2 di atas; menurutnya, manfaat sama dengan
materi. Ia menyamakan dengan bolehnya orang mewakafkan
manfaat suatu barang.
▪ Dilihat dari segi obyek ijarah di bagi menjadi 2 yaitu:
➢ Ijarah manfaat
(al-ijarah ala al-manfaah), contoh sewa menyewa rumah, kendaraan, pakaian dll.
➢ Ijarah yang bersifat
pekerjaan (al-ijarah ala al-a’mal); dengan cara memperkerjakan seseorang
untuk melakukan sesuatu.
▪ Bentuk Realisasi dalam kontemporer IMBT: al-ijarah al-mumtahiyah bi al-tamlik.
Sewa dengan pemindahan kepemilikkan di akhir periode. Contoh
lain : sukuk global.
E. Akad Jasa Rahn
F. Akad Sosial
1. Wakaf
▪ Secara bahasa (arab: waqaf) itu artinya tetap atau diam.
▪ Secara istilah adalah bahwa seseorang menyerahkan harta yang tetap ada
terus wujudnya namun selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu tanpa
kehilangan benda aslinya.
2. Pinjaman (‘ariyah )
• Menurut ulama Maliki dan Hanafi ‘ariyah didefinisikan pemilikan manfaat
sesuatu tanpa ganti rugi. Sedangkan menurut Ulama Syafi’i dan Hambali ‘ariyah
didefinisikan dengan kebolehan manfaat barang orang lain tanpa ganti rugi.
Kedua definisi ini membawa akibat hukum yang berbeda. Definisi pertama
memperbolehkan peminjam meminjamkan barang yang ia pinjam kepada pihak ketiga,
sedangkan definisi kedua tidak memperbolehkannya.
•┈┈•┈┈•⊰✿✿•┈┈•┈┈•⊰
Tanya Jawab
1. Bagaimana pendapat teman jika ada kasus seperti ini , Ada
seorang bapak yang terjerat hutang. Bapak tersebut benar-benar tidak punya uang
untuk membayar hutang tersebut kemudian bapak tersebut meminjam di sebuah bank
konvensional. Pertanyaannya apakah hukumnya dari peristiwa tersebut?
- Walaikumsalam warahmatullah, Melihat kondisi tersebut
(mendesak/darurat) dan tentang perbedaan pendapat tentang keabsahan menggunakan
jasa bank konvensional, saya berpendapat dikarenakan kondisi tersebut maka
boleh boleh saja meminjam dalam keadaan darurat tersebut maka hukum nya boleh
kaidah dasarnya ushul fiqih yang awalnya haram menjadi boleh jika benar-benar
keadaan/kondisi darurat.
2. Assalamualaikum teman, berbicara mengenai muamalah, barter juga
termasuk muamalah. Menurut pendapat teman, kenapa emas dengan emas atau beras
dengan beras tidak di perbolehkan dalam barter?
- Waalaikumsalam warahmatullah,karena kedua benda tersebut adalah
benda ribawi dan demi kehati-hati sebisa mungkin dihindari, dan sebenarnya
barter menggunakan dua benda tersebut boleh, dengan syarat kuantitas dan
kualitas harus seimbang.
3. Assalamualaikum,
saat ini marak adanya jual beli produk MLM dengan tambahan
bahwa sistem tersebut MLM syariah,
a). apa hukumnya jika kita membeli produk dengan sistem MLM
syariah/menjual produk& menjual produk tersebut? , padahal niat dalam
menjual produk agar bermanfaat bagi orang lain tidak lebih. b) bagaimana
cara kita untuk menghindarinya?
- Waalaikumsalam warahmatullah,
a. Membeli produk mlm boleh dan lebih aman membelinya dibandingkan
dengan produk mlm yang belum jelas, setidaknya produk tersebut sudah memiliki
sertifikasi syariah maka Aman.
b. Jika sistem produk MLM tersebut sudah tampak ketidakjelasan nya dan
banyak mengandung unsur gharar maka mantapkan hati untuk hijrah meninggalkan
nya, karena setiap usaha yang kita jalankan mengharapkan keberkahan didalam,
InsyaAllah Allah ganti dengan usaha yang lebih baik.
4. Ada seorang wanita yang dulunya mengajar di sebuah tpq namun
sekarang sudah tidak dapat mengajar kembali karena alasan tertentu. Namun
sekarang wanita tersebut didaftarkan dalam sebuah data untuk mendapatkan hibah
dari pemerintah. Pertanyaannya bagaimana hukum dari wanita tersebut dalam
menerima hibah dalam bentuk uang melalui buku rekening ?
- Melihat pertanyaan tersebut dan mendengar konfirmasi pertanyaan tersebut
maka di sistem pemerintahan biasanya jika data dimasukkan sebelum keluar dari
tpq tersebut dan saat ini baru cair anggaran maka sah sah saja menerima dana
tersebut sedangkan kondisi yang kedua jika di daftar data guru tersebut setelah
keluar dari lembaga tersebut maka akan menjadi pertanyaan besar, karena akad
penerimaan nya juga belum jelas dan peruntukan nya juga kurang jelas, yang
pasti lembaga hanya memberikan persentase dana yang masih ada unsur gharar nya
0 Komentar