Notulensi Kajian Online " Fiqih Muamalah" 18 Juli 2020





Fiqih Muamalah

 

1) MUAMALAH 

A.PengertianFikihMuamalah 

Etimologis : Fiqh -> Al-fahmu (paham), Muamalah -> Mufa’alah (saling berbuat) 
Definisi fikih : Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yangdigali 
Definisi muamalah: Suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorangatau beberapa  orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.   
Definisi fikih muamalah : Hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis (amaliah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci yang mengatur keperdataan seseorang dengan orang lain dalam hal persoalan ekonomi, diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa- menyewa, penemuan, dll. 

B. Ruang Lingkup Fikih Muamalah 


Menurut Al Fikr, dalam bukunya “ Al Mumalah Al Madiyah wa Al Adabiyah “, muamalah terbagi menjadi 2 bagian :

1) Muamalah Adabiyah Muamalah yang mengkaji dari segi subyeknya atau pelakunya. Berkaitan dengan hak, kewajiban, dan cara yang dilakukan. Contohnya : Hak, Harta, Kepemilikan, dan  Akad. 
2) Muamalah Madiyah Muamalah yang mengkaji objeknya atau bersifat  kebendaan. Contohnya : al Ba’i (jual beli), Syirkah (perkongsian), Mudharabah (kerjasama), 
Rahn(gadai), Kafalah dan Dhaman (jaminan dan tanggungan), Utang-piutang, Hawalah (pemindahan utang), Ijarah (upah), Syuf’ah (gugatan), Qiradh (permodalan), Ju’alah (sayembara), Ariyah (pinjam meminjam),Wadi’ah (titipan), Wakalah (penyerahan kuasa), Luqathah(temuan),Musaraqah, Muzara’ah dan mukhabarah, Riba, dan beberapa permasalahan kontemporer (asuransi, bank dll). 

C. Muamalah dan Perubahan Sosial 

Dalam persoalan muamalah syariat islam, kaidah ushul berbunyi : “Al-ashlu fial-muamalah al ibadah illa maa dalla ‘ala tahrimihi”. Artinya : Hukum asal dalam muamalah adalah boleh sampai ada     dalil yang melarangnya. 
Dalam kaitan dengan perubahan sosial, maka Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengungkapkan sebuah kaidah ushul yang berbunyi : “Taghayur al-fatwa wakhtilafuha bihasbi al-azman wa al-amkinah wa al-ahwal wa-al- niat wa alawa’id” Artinya : Berubah dan berbedanya fatwa sesuai dengan perubahan   tempat, zaman, kondisi sosial, niat, dan adat kebiasaan.

 

D. Prinsip Prinsip Muamalah 

▪ Prinsip Tauhid (Unity) 

▪ Prinsip Halal 

▪ Prinsip mashlahah  

▪ Prinsip ibadah 

▪ Prinsip kebebasan bertransaksi Prinsip “an taradhin minkum” (suka sama suka) 

▪ Prinsip kerja sama Saling menguntungkan dan solidaritas (persaudaraan dan saling membantu).

▪ Prinsip membayar zakat 

▪ Prinsip keadilan (justice) 

▪ Prinsip Amanah 

▪ Prinsip komitmen terhadap akhlaqul karimah 

▪ Prinsip terhindar dari jual beli dan investasi yang dilarang :

 Terhindar dari ihtikaar (upaya menimbun barang)

 Terhindar ihtinaz (menimbun harta)
 Terhindar dari tas’ir  (Penetapan harga standar pasar secara paksa)

 Terhindar dari upaya melambungkan harga

 Terhindar dari Riba

Etimologis : ziyadah (tambahan), tumbuh, dan membesar

Terminologis : Pengambilan tambahan dari pokok atau modal secara tidak baik atau bertentangan 

dengan prinsip syariah.

Status hukum riba adalah haram. (QS. Al-Baqarah/2: 275)

Pengelompokan riba :
Riba utang piutang
1. Riba qardh (menuntut pasca pengembalian lebih)
2. Riba jahiliyah (pengembalian melebihi dari pokok pinjaman )

       Terhindar dari maysir ( terkandung unsur perjudian)

 Terhindar dari gharar/ taghriir / ketidakpastian (uncertainty


 Hubungan Qimar dan Gharar 
Qimar = Gharar
Qimar Biasanya terjadi pada permainan atau perlombaan Gharar Biasanyaterjadi pada jual-beli. Hubungan gharar dengan maysir gharar adalah salah satu bentuk maysir Hubungan gharar dengan mukhatarah (spekulasi) mukhatarah lebih umum daripada gharar Beberapa bentuk jual beli gharar :
Ba’i Hashah, misalnya : seseorang menjual tanahnya seukuran jauh lemparan batu yang
     dia lakukan

Ba’i Mulamasah, jual beli secara menyentuh. contoh : seseorangmenyentuh sebuah

     barang dengan tangannya maka orang tersebut harus  membelinya.

Ba’i Munabazah, jual beli secara lempar-melempar, sehingga objek barang tidak jelas

     dan  tidak pasti.

Ba’i Hablul Hablah, menjual suatu barang dengan cara tidak tunai dengan jangka waktu

     hingga janin dari janin yang ada diperut untayang hamil itu lahir.

Ba’i al-mukhadarah, menjual buah yang belum masak

Ba’i Madhamin : menjual sperma yang berada dalam sulbi unta jantan

Ba’i Malaqih : menjual janin unta yang masih berada dalam perut induknya.

Ba’i Muhaqalah, Menjual yang tanaman yang masih ada di lading atau di sawah. 

Ba’i Muzabanah, Menjual buah-buahan secara barteratau menjual kurma kering 

    dengan kurma basah dengan ukuran yang sama.

Bai’aiataini fil bai’ah, jual beli dimana dalam satu akan ada dua hargayang dalam 

    praktiknya tidak ada kejelasan akad (jahalah) atau hargamana yang akan diputuskan, juga     berlaku jika dalam tranaksi ada dua akad, yang bercampur tanpa adanya                              pemisahan terlebih dahulu. 

Akad Mu’allaq, transaksi dimana jadi tidaknya transaksi tergantung pada transaksi                lainnya.               

Dharbah al Ghawash, melakukan akad jual beli untuk barang temuanyang akan   

      ditemukan di kedalaman laut, sedangkan barang belumdiketahui dapat atau tidaknya              barang diserahkan  kepada pembeli. 


  Terhindar dari syubhat  (Rekayasa pasar dalam demand)

  Terhindar dari tadlis (manipulasi)

  Terhindar dari risywah (suap menyuap)

  Terhindar dari batil (tidak bermanfaat / ada unsur mudharat)

  Terhindar dari menjual barang digunakan untuk maksiat 



2) HARTA DAN HAK MILIK

    A.Pengertian harta

    Secara bahasa (etimologis) : mal (jamak: amwal) yang berarti condong,cenderung, miring.

    Secara istilah (terminologis) : sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkantabiatnya, baik 

    manusia itu memberikannya atau menyimpannya.

    Unsur-unsur harta 

(1) ‘aniyah :harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan)

(2)‘urf : Segala sesuatu yang dipandang harta olehseluruh manusia atau sebagian manusia tid

aklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkanmanfaatnya, baik manfaat madiyah maupun ma’nawiyah

Pandangan Islam terhadap harta
 Allah pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di bumi. Manusia sebatas menjalankan amanh
mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya. (Thaha : 124- 125)
▪ Status harta yang dimiliki manusia adalah :

 Harta sebagai titipan.
 Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia menikmatinya dengan baik 

dan tidak  berlebihan. (Al-imran : 14)
 Harta sebagai ujian keimanan. (Al-anfaal : 28)
 Harta sebagai bekal ibadah (Al-imran :134 



Pembagian harta

 dilihat dari berbagai segi, antara lain berdasarkan :
▪ Kebolehan memanfaatkannya oleh syara’
 Mutaqawwim : sesuatu yang boleh dimanfaatkan menurut syara’.
 Ghairu Mutaqawwim : sesuatu yang tidak boleh dimanfaatkan menurut syara’, 

     cara memperolehnya, maupun penggunaannya

▪ Dilihat dari segi jenisnya
 Manqul : harta yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
 Ghairu Manqul : harta yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.


▪ Dilihat dari segi pemanfaatannya
 Isti’mali : harta yang apabila dimanfaatkan atau digunakan benda itu tetap utuh, sekalipun
     manfaatnya sudah banyak digunakan.
 Istihlaki : harta yang apabila dimanfaatkan berakibat akan menghabiskan harta itu.


▪ Dilihat dari segi ada atau tidak adanya harta sejenis di pasaran
 Mitsli : Harta yang ada jenisnya di pasaran, yaitu harta yang ditimbang atau ditakar seperti
gandum, beras dsb.
 Qimi : harta yang tidak ada jenis yang sama dalam satuannya di pasaran, atau ada jenisnya
tetapi pada setiap unitnya berbeda-beda dalamkualitasnya


▪ Dilihat dari status harta
 Mamluk : harta yang telah dimiliki, baik milik perorangan atau milik badan hukum atau 

     milik negara.
 Mubah : harta yang asalnya bukan milik seseorang, seperti : mata air, laut.
 Mahjur : harta yang ada larangan syara’ untuk memiliknya, baik karena harta itu dijadikan harta wakaf maupun diperuntukkan untuk kepentingan umum.



Asas Pemilikan Amwal

Menurut Pasal 17 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah:

▪ Amanah, bahwa pemilikan amwal pada dasarnya menupakan titipan dari Allah SWT untuk

  digunakan untuk kepentingan hidup.

▪ Infiradiyah, bahwa pemilikan benda pada dasarnya bersifat individual dan penyatuan

  benda dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha atau korporasi.

▪ Ijtima’iyah, bahwa pemilikan benda tidak hanya memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan

  hidup pemiliknya, tetapi pada saat yang sama di dalamnya terdapat hak masyarakat.

▪ Manfaat, bahwa pemilikan harta benda pada dasarnya diarahkan untuk memperbesar

  manfaat dan mempersempit mudarat. 



 

 

B. Hak

Pengertian hak
Secara etimologis ketetapan dan kepastian. Secara terminologis suatu hukum yang telah
ditetapkan oleh Syara’.
Pembagian Hak
Dalam pengertian umum hak dapat dibagi menjadi dua :
▪ Hak mal ialah sesuatu yang berkaitan dengan harta.
▪ Hak ghair mal, dalam hak ini terbagi dua :
 Hak syakshi ialah suatu tuntunan yang dapat ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap
orang lain.
 Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua, hak
‘aini ada dua :
 Hak ‘aini ashli ilah adanya wujud benda tertentu dan adanya shahub al haq.
 Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang untuk
mengutangkan uangnya atas yang berutang.

 

Macam-macam Hak

▪ Dari segi Subyek, hak dibagi menjadi hak Allah, hak manusia, dan hak berserikat.
▪ Dari segi Obyek, hak dibagi menjadi:
 Haq al mal (hak yang terkait dengan harta),
 Haq Ghairu al-Mal (yang tidak terkait dengan harta),
 Haq al-Syakhsyi (hak pribadi),
 Haq al-Aini (hak materi, misal meskipun sebuah harta ada ditangan pencuri tetapi ia tetap permanen milik yang punya),
 Haq mujarrad (hak murni, misal: dalam persoalan hutang, jika pemberi utang menggugurkan hutangnya, maka hal tersebut tidak memberi bekas sedikitpun bagi yang berutang,
 Haq ghairu al-Mujarrad (hak apabila digugurkan akan tetap memberika bekas bagi yang melanggar hak, misal qisas, apabila ahli waris memaafkan pembunuh, pembunuh
yang tadinya halal dibunuh haram dibunuh). 



Sumber Hak
Syariat dan aturan hukum islam merupakan sumber adanya suatu hak. Keduanya sekaligus
merupakan sumber utama iltizam, sedangkan sumber yang lain adalah sebagai berikut:
▪ Aqadyaitu kehendak kedua belah pihak (iradah al'aqidaini) untuk melakukan suatu
kesepakatan (perikatan), seperti akad jual beli, sewa-menyewa dan lainnya.
▪ Iradah al-munfaridah (kehendak sepihak, one side), seperti ketika seseorang
mengucapkan sebuah janji atau nadzar.
▪ Al-fi'lun nafi' (perbuatan yang bermanfaat), misalnya ketika seseorang melihat orang lain
dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan, maka ia wajib berbuat
sesuatu sebatas kemampuannya.
▪ Al-fi'lu al-dlar (perbuatan yang merugikan), seperti ketika seseorang merusak, melanggar
hak atau kepentingan orang lain, maka ia terbebani iltizam atau kewajiban tertentu.



C. Kepemilikan
Pengertian kepemilikan
Secara etimologis penguasaan terhadap sesuatu. Secara terminologis kekhususan terhadap
pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil mafaaat
selama tidak penghalang syar’i.
Sebab-sebab Kepemilikan
▪ Harta berdasarkan sifatnya bersedia dan dapat dimiliki oleh manusia :
 Ikraj al mubahat, untuk harta yang mubah. Untuk memiliki benda-benda mubahat ada dua
syarat, yang pertama benda mubahat belum diikhrazkan oleh orang lain, yang kedua adanya
niat untuk memiliki.
 Khalafiyah, ialah bertempanya seseorang atau sesuatu yang baru bertempat ditempat yang
lama, yang telah hilang berbagai macam haknya. Khalafiyah ada dua macam: (1) khalafiyah
syaksyi ‘an syaksyi ialah siwaris menempati si muwaris dalam memiliki harta yang
ditinggalkan, (2) khalafiyah syai’an syai’in ialah apabila seseorang merugikan milik orang
lain, kemudian rusak ditangannya atau hilang.
 Tawallud min mamluk yaitu segala yang terjadi dari benda yang telah dimiliki, menjadi hak
yang memiliki benda tersebut.Karena penguasaan terhadap milik negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun.

▪ Menurut ulama ada empat cara pemilikan harta yang disyariatkan islam, antara lain:
 Melalui penguasaan harta yang belum dimiliki seseorang atau lembaga hukum.
 Melalui transaksi.
 Melalui peninggalan seseorang.
 Hasil harta yang telah dimiliki seseorang tersebut.

▪ Menurut pasal 18 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, juga bisa diperoleh dengan cara:

 Pertukaran
 Pewarisan
 Hibah
 Pertambahan alamiah
 Jual beli
 Luqathah
 Waqaf
 Cara-cara lain yang dibenarkan menurut syariah 



Macam-macam Kepemilikan
▪ Ilmu Fiqh membagi kepemilikan menjadi dua bagian, yaitu:
 Milk al-tam (milik yang sempurna) : apabila materi atau manfaat harta itu dimiliki
sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta itu di bawah
penguasaannya.
 Al-milk al-naqis (milik yang tidak sempurna) : apabila seseorang hanya menguasai materi
harta itu, tetapi manfaatnya dikuasai orang lain.
▪ Dilihat dari segi mahal (tempat) dibagi menjadi tiga bagian :
 Milk al ‘ain memiliki semua benda, baik benda tetap maupun benda-benda yang dapat
dipindahkan.
 Milk al manfaah, ialah seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda.
 Milk al dayn ialah pemilikan adanya utang.
▪ Dari segi shurah (cara berpautan milik dengan yang dimiliki), milik dibagi menjadi dua :
 Milk al mumtamayyiz, ialah suatu yang berpautan dengan yang lain, yang memiliki batasan
yang dapat memisahkannya dari yang lain.
 Milk al syai’i ialah milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu
betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu.



2) AKAD DALAM BERMUAMALAH 

    A. Pengertian Akad 

 ▪ Al-aqd (jamak: al-uquud) artinya ikatan atau tali sampul.

 ▪ Menurut para ulama fiqih: hubungan antara ijab dan kabul sesuai dengan kehendak syariat yang  menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum dalam objek perikatan.

 ▪ Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah : kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak  atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.

    

    Rukun akad 

▪ Al-aqid, pihak-pihak yang berakad. 

▪ Sighat, perbuatan yang menunjukkan terjadinya akad berupa ijab (ucapan yang diucapkan oleh penjual) dan qabul (ucapan setuju dan rela yang berasal dari pembeli). Hal-hal yang harus  diperhatiakan dalam sighat:

Sighat al aqd harus jelas pengertiannya.

Harus bersesuaian dengan ijab dan qabul.

Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak- pihak yangberkaitan.

 ▪ Al-ma’qud alaih, objek akad.

 ▪ Tujuan pokok akad. 

 

Jenis-jenis akad

▪ Akad menurut tujuannya

  Akad Tabarru : akad yang dimaksudkan untuk menolong dan murni semata-mata karena mengharapkan  pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsure mencari “return”. Contoh : Hibah, Waqaf, Wasiat, Wakalah, Kafalah, Hafalah, Rahn, Qiradh. 

Akad Tijari : akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan keuntungan dimana rukun dan syarat telah dipenuhi semuanya. Contoh : Murabahah, Salam, Istishna’, Musyarakah. 

▪ Akad menurut keabsahannya 

Akad Shahih : akad yang memenuhi semua rukun dan syaratnya.

Akad Fasid : akad yang memenuhi semua rukun, tetapi syarat tidak dipenuhi.

Akad Bathal :akad yang rukun nya tidak terpenuhi, sehingga syarat juga tidak terpenuhi.

 

Macam-macam akad 

▪ Akad munjiz ialah akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad. 

▪ Akad mualaq ialah akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan  dalam akad. 

▪ Akad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaanya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan  pelaksanaan akad Ilzam dan Iltizam 

▪ Ilzam ialah pengaruh yang umum bagi setiap akad. 

▪ Iltizam ialah keharusan mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan orang lain.

Asas berakad dalam Islam

▪ Asas Ilahiah : nilai-nilai ketuhanan (Ketauhidan).

▪ Asas Kebebasan (Al-Hurriyah) : kebebasan untuk membuat perjanjian. 

▪ Asas Pesamaan (Al-Musawah) : setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan  suatu perikatan.

▪ Asas Keadilan (Al-‘Adalah) 

▪ Asas Kerelaan (Ar-Ridha) : transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama suka atau kerelaan  antara masing-masing pihak, tidak boleh ada tekanan, paksaan, penipuan, dan misstatement. 

▪ Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash-Shidiq) 

▪ Asas Tertulis (Al-Kitabah) 

 

B. Akad Dalam Jual Beli Pengertian jual beli 

 (arab: ba’i) Tukar-menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan  melalui cara tertentu yang bermanfaat. 

    Menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ba’i adalah jual beli antara benda dan     benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.

    Rukun jual beli :

(1) Pelaku transaksi : penjual dan pembeli,

(2) Objek transaksi : harga dan barang,  

(3) Akad (transaksi) : baik perbuatan (mu’athah) maupun berbentuk kata- kata (ijab dan qabul).

 

 Hukum jual beli : (1) QS. Al-Baqarah : 275 “Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”, (2) QS. An-Nisaa : 29 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sekarang memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” 

Syarat sahnya jual beli 

▪ Saling rela antara kedua belah pihak (QS.An-Nisaa : 29). 

▪ Pelaku akad harus orang yang telah balig, berakal dan mengerti (QS.An-Nisaa : 5-6). 

▪ Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh kedua belah pihak. 

▪ Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan agama. 

▪ Objek transaksi harus bisa diserahterimakan. ▪ Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat  akad. 

▪ Harga harus jelas saat transaksi.

 

Khiyar dalam jual beli
Pasal 20 ayat 8 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah : Khiyar hak pilih bagi penjual dan 

pembeli
untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual beli yang dilakukan.
Khiyar terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
▪ Khiyar majlis : Hak pelaku transaksi untuk meneruskan atau membatalkan akad selagi 

                           mereka  berada dalam tempat transaksi dan belum berpisah.
▪ Khiyar syarat : Kedua belah pihak atau salah satu berhak memberikan persyaratan
                            khiyar dalam waktu tertentu.
▪ Khiyar ‘aib     : Hak pilih untuk meneruskan atau membatalkan akad dikarenakan terdapat 

                            cacat pada  barang yang mengurangi harga atau nilaibarangnya.



Bentuk-bentuk ba’i (jual beli)

▪ Ditinjau dari sisi objek akad ba’i 

Tukar menukar uang dengan barang. 

Tukar menukar barang dengan barang (muqayadhah/barter). 

Tukar menukar uang dengan uang (sharf). Misal : tukar menukar rupiah dengan real. 

▪ Ditinjau dari waktu serah terima 

Barang dan uang serah terima dengan tunai (naqdan).  

Salam : uang dibayar dimuka dan barang menyusul pada waktu yang disepakati. 

Ba’i ajal : barang diterima di muka dan uang menyusul(kredit). 

Ba’I dain bi dain : barang dan uang tidak tunai (jual beli utang dengan utang).

 ▪ Ditinjau dari cara menetapkan harga 

Ba’i musawamah : jual beli dengan cara tawar-menawar penjual tidak menyebutkan harga pokok barang, akan tetapi tetap menetapkan harga tertentu dan membuka peluang untuk ditawar. 

Ba’i amanah : (1) ba’i murabahah : pihak penjual menyebutkan harga pokok barang dan laba, (2) ba’i al-wadh’iyyah : pihak penjual menyebutkan harga pokok barang atau menjual barang tersebut di bawah harga pokok, (3) ba’i tauliyah : penjual menyebutkan harga pokok dan menjualnya dengan harga tersebut.



Murabahah 

▪ Pengertian Murabahah : Ribhu (keuntungan) sama dengan ba’i bitsmanil ajil pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli denga penjelasan bahwa harga pengadaan baragn dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai (naqdan) atau angsur (muajjal). 

▪ Rukun murabahah : (1) penjual dan pembeli, (2) objek yang diakadkan, (3) shigat. 

▪ Dasar hukum murabahah : QS.Al-Baqarah : 275 

▪ Perbedaan antara murabahah, istishna’, dan salam murabahah, barangnya sudah ada, sedangkan istishna’ dan salam melalui pemesanan terlebihdahulu. 

▪ Penerapan dalam perbankan pembiayaan barang-barang investasi seperti melalui letter of credit (L/C) dan pembiayaan persediaan sebagai modal kerja. 

C. Akad Dalam Kemitraan Bisnis Mudharabah 

▪ Pengertian mudharabah qiradh, muqaradhah kontrak (perjanjian) antara pemilik modal (shahib al-mal) dan pengguna dana (mudharib) untuk digunakan dalam aktivitas yang produktif dimana keuntungan dibagi dua antara pemodal dan pengelola modal. Jika mengalami kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal, jik kerugian itu terjadi dalam keadaan normal, pemodal tidak boleh intervensi kepada pengguna dan (mudharib) dalam menjalankan usahanya. 

▪ Rukun mudharabah : (1) shahib al-mal : pemilik modal, (2) mudharib : pelaku usaha, (3) akad. 

▪ Dasar hukum mudharabah QS. Al-Baqarah :198 

▪ Jenis-jenis mudharabah (1) mudharabah mutlaqah : bentuk kerja sama antara shahib al-mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usahanya, waktu dan daerah bisnis, (2) mudharabah muqayyadah, mudharib membatasi jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.

Musyarakah (Syirkah)

▪ Pengertian musyarakah (syirkah) pencampuran kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal      permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.

 ▪ Rukun musyarakah : (1) orang yang melakukan transaksi, (2) shighat, (3) objek yang ditransaksikan

 ▪ Dasar hukum musyarakah QS. Shad : 24 dan QS. An-Nisa : 12

 ▪ Perbedaan musyarakah dan mudharabah mudharabah, modal berasal dari salah satu pihak, sedangkan musyarakah, modalnya berasal dari dua pihak atau lebih. 

▪ Macam-macam musyarakah : 

     Syirkah amlak (kepemilikan) : persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan satu barang dengan sebab kepemilikan, bisa melalui hibah, warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang berakibatpemilikan. 

     Syirkah akad : tercipta karena adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam member modal dan mereka sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.

 Macammacamnya: 

Syirkah inan yaitu perserikatan harta dalam sebuah perdagangan.

 a) Modal yang digabung oleh masing-masing pihak tidak harus sama.

 b) Dalam soal tanggung jawab dan kerja juga tidak harussama

 c) Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan. 

 d) Kerugian ditanggung sesuai dengan persentase modal masing-masing.

 e) Dalam hal ini ulama’ fiqh membuat kaidah: “keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, kerugian sesuai  persentase modal masing-masing”.

 f) Rukun syirkatu inan adalah [1] adanya dua pihak, [2]adanya objek transaksi, dan [3] adanya pelafalan akad. 

Syirkah mufawadhoh yaitu perserikatan dua orang atau lebih pada suatu obyek. Dengan kewajiban dan hak yang sama rata. 

a) Jumlah modal dari masing-masing pihak harussama. 

b) Pihak-pihak yang berserikat harus sama-sama kerja, tanpa ada yang lebih dominan. 

c) Unsur terpenting dari syirkah dalam jenis ini adalah adanya hak dan kewajiban yang sama dari masing-masing pihak. 

d) Apabila modal, kerja, dan keuntungan masing-masing beda, maka menurut ulama’ hanafiyah, perserikatan tersebut berubah menjadi syirkah al-Inan. 

e) Masing-masing pihak bertindak atas nama orang-orang yang berserikat. 

Syirkah wujuh yaitu syirkah yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama  sekali. (Ex : menggunakan reputasi)

Syirkah Abdan yaitu perserikatan yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak untuk menerima suatu  pekerjaan. 

 

Muzara’ah 

▪ Secara bahasa berarti muamalah atas tanah dengan sebagian yang keluar sebagian darinya 

▪ Secara istilah memberikan tanah kepada petani agar dia mendapatkan bagian dari hasil tanamannya. 

▪ Dilihat dari sah tidaknya, muzara'ah ada empat macam (Abu Yusuf) : 

Apabila lahan dan bibit dari pemilik lahan, kerja dan alat dari petani, sehingga yang menjadi obyek  muzara'ah adalah jasa petani, maka hukumnya sah. 

Apabila pemilik lahan hanya menyediakan lahan, sedangkan petani menyediakan bibit, alat, dan kerja, sehingga yang menjadi obyek muzara'ah adalah manfaat lahan, maka muzara'ah juga sah 

Apabila lahan, alat dan bibit dari pemilik lahan dan kerja dari petani, sehingga yang menjadi obyek muzara'ah adalahjasa petani maka akad sah. 

Apabila lahan pertanian dan alat disediakan pemilik lahan sedangkan bibit dan kerja dari petani, maka akad ini tidak sah. Menurutnya manfaat lahan tidak sejenis dengan manfaat alat, lahan untuk  menghasilkan buah dan alat sekedar mengolah. Alat pertanian harus mengikut petani penggarap, bukan kepada pemilik lahan.

 

D. Akad Sewa Ijarah 

▪ Secara bahasa, ijarah berarti upah, sewa, jasa atau imbalan Ijarah adalah transaksi yang memperjual- belikan manfaat suatu harta benda, sedangkan kepemilikian pokok benda itu tetap pada pemiliknya. 

▪ Dasar hukum ijarah QS. Al-Baqarah : 233 dan QS. Az-Zukhruf : 32 serta hadits “Dari Ibn Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW melakukan hijamah (berbekam) dan memberikan orang yang melakukannya upahatas kerjanya”. (HR. Bukhari). 

▪ Rukun ijarah antara lain : 

(1) al-'aqidani (dua belah pihak), 

(2) shighat,

(3) pembayaran, dan 

(4) manfaat. 

▪ Objek ijarah ada 2, yaitu 

(1) ijarah yang mentransaksikan manfaat harta benda yang lazim disebut dengan persewaan, 

(2) ijarah yang mentransaksikan manfaat SDM yang lazim disebut dengan perburuhan. 

▪ Akadi ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat. 

▪ Akad ijarah tidak berlaku bagi sesuatu (barang) yang menghasilkan sesuatu (barang), seperti pohonan   yang menghasilkan buah, sebab buah itu sendiri berujud materi, sedangkan dalam akad ijarah harus   berwujud manfaat. 

▪Akad ijarah juga tidak boleh terhadap nilai tukar uang, sebab penyewaan terhadap uang akan  menghabiskan materinya, sedangkan dalam akad ijarah yang dituju hanyalah manfaat dari suatu benda.

 ▪ Ibn Taimiyah tidak sepakat dengan batasan poin 2 di atas; menurutnya, manfaat sama dengan materi.    Ia menyamakan dengan bolehnya orang mewakafkan manfaat suatu barang. 

▪ Dilihat dari segi obyek ijarah di bagi menjadi 2 yaitu: 

Ijarah manfaat (al-ijarah ala al-manfaah), contoh sewa menyewa rumah, kendaraan, pakaian dll.

Ijarah yang bersifat pekerjaan (al-ijarah ala al-a’mal); dengan cara memperkerjakan seseorang untuk     melakukan sesuatu.

▪ Bentuk Realisasi dalam kontemporer IMBT: al-ijarah al-mumtahiyah bi al-tamlik. Sewa dengan   pemindahan kepemilikkan di akhir periode. Contoh lain : sukuk global. 

 

E. Akad Jasa Rahn 

1. Rahn  atau gadai (ats-tsubutu) yang berarti tetap  dan (ad-dawamu) yang berarti terus 
    menerus
2.Luqathah secara Bahasa sesuatu yang ditemukan
3.Hawalah  Secara bahasa hawalah atau hiwalah bermakna berpindah atau berubah.
4.Wadiah  Secara terminologis berarti pemberian kuasa oleh penitip kepada orang yang 
   menjaga hartanya tanpa kompensasi (ganti).
5.Kafalah Secara bahasa berarti mengumpulkan, menanggung dan menjamin. 
6.Wakalah Secara etimologis (al-tafwidh) berarti pendelegasian yang diartikan juga dengan
   memberikan kuasa atau mewakilkan. 
7. Khiyar secara bahasa artinya pilihan. 
8. Jualah artinya janji hadiah atau upah.

 

 F. Akad Sosial

1. Wakaf 

▪ Secara bahasa (arab: waqaf) itu artinya tetap atau diam. 

▪ Secara istilah adalah bahwa seseorang menyerahkan harta yang tetap ada terus wujudnya namun selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu tanpa kehilangan benda aslinya.

2. Pinjaman (‘ariyah ) 

• Menurut ulama Maliki dan Hanafi ‘ariyah didefinisikan pemilikan manfaat sesuatu tanpa ganti rugi. Sedangkan menurut Ulama Syafi’i dan Hambali ‘ariyah didefinisikan dengan kebolehan manfaat barang orang lain tanpa ganti rugi. Kedua definisi ini membawa akibat hukum yang berbeda. Definisi pertama memperbolehkan peminjam meminjamkan barang yang ia pinjam kepada pihak ketiga, sedangkan definisi kedua tidak memperbolehkannya. 

 

┈┈┈┈✿✿┈┈┈┈

Tanya Jawab

 

1. Bagaimana pendapat teman jika ada kasus seperti ini , Ada seorang bapak yang terjerat hutang. Bapak tersebut benar-benar tidak punya uang untuk membayar hutang tersebut kemudian bapak tersebut meminjam di sebuah bank konvensional. Pertanyaannya apakah hukumnya dari peristiwa tersebut?   

- Walaikumsalam warahmatullah, Melihat kondisi tersebut (mendesak/darurat) dan tentang perbedaan pendapat tentang keabsahan menggunakan jasa bank konvensional, saya berpendapat dikarenakan kondisi tersebut maka boleh boleh saja meminjam dalam keadaan darurat tersebut maka hukum nya boleh kaidah dasarnya ushul fiqih yang awalnya haram menjadi boleh jika benar-benar keadaan/kondisi darurat. 

 

2. Assalamualaikum teman, berbicara mengenai muamalah, barter juga termasuk muamalah. Menurut pendapat teman, kenapa emas dengan emas atau beras dengan beras tidak di perbolehkan dalam barter? 

- Waalaikumsalam warahmatullah,karena kedua benda tersebut adalah benda ribawi dan demi kehati-hati sebisa mungkin dihindari, dan sebenarnya barter menggunakan dua benda tersebut boleh, dengan syarat kuantitas dan kualitas harus seimbang. 

 

3. Assalamualaikum,

  saat ini marak adanya jual beli produk MLM dengan tambahan bahwa sistem tersebut MLM syariah, 

 a). apa hukumnya jika kita membeli produk dengan sistem MLM syariah/menjual produk& menjual  produk tersebut? , padahal niat dalam menjual produk agar bermanfaat bagi orang lain tidak lebih. b) bagaimana cara kita untuk menghindarinya?

Waalaikumsalam warahmatullah, 

a.  Membeli produk mlm boleh dan lebih aman membelinya dibandingkan dengan produk mlm yang belum jelas, setidaknya produk tersebut sudah memiliki sertifikasi syariah maka Aman. 

b. Jika sistem produk MLM tersebut sudah tampak ketidakjelasan nya dan banyak mengandung unsur gharar maka mantapkan hati untuk hijrah meninggalkan nya, karena setiap usaha yang kita jalankan mengharapkan keberkahan didalam, InsyaAllah Allah ganti dengan usaha yang lebih baik. 

 

4. Ada seorang wanita yang dulunya mengajar di sebuah tpq namun sekarang sudah tidak dapat mengajar kembali karena alasan tertentu. Namun sekarang wanita tersebut didaftarkan dalam sebuah data untuk mendapatkan hibah dari pemerintah. Pertanyaannya bagaimana hukum dari wanita tersebut dalam menerima hibah dalam bentuk uang melalui buku rekening ?

Melihat pertanyaan tersebut dan mendengar konfirmasi pertanyaan tersebut maka di sistem pemerintahan biasanya jika data dimasukkan sebelum keluar dari tpq tersebut dan saat ini baru cair anggaran maka sah sah saja menerima dana tersebut sedangkan kondisi yang kedua jika di daftar data guru tersebut setelah keluar dari lembaga tersebut maka akan menjadi pertanyaan besar, karena akad penerimaan nya juga belum jelas dan peruntukan nya juga kurang jelas, yang pasti lembaga hanya memberikan persentase dana yang masih ada unsur gharar nya




Posting Komentar

0 Komentar