7 Transaksi yang Dilarang Dalam Islam


Ekonomi Islam memberikan panduan bagi umat Muslim dalam bertransaksi agar mendapatkan hasil yang halal serta thayyib. Maka dari itu, penting bagi umat Muslim untuk menghindari berbagai transaksi yang diharamkan supaya kehidupannya lebih berkah di dunia maupun di akhirat.

Dalam fiqh muamalah ada beberapa jenis transaksi atau jual-beli yang dilarang seperti riba, gharar, maysir, ihtikar, tadlis, suht dan risywah.

Berikut ini adalah transaksi yang dilarang dalam Islam beserta penjelasannya:

1. Riba (tambahan/bunga)
Riba secara etimologis adalah ziyadah atau tambahan, tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Riba menurut al-Qur’an, al-Hadits dan Ijma’ (kesepakatan) para ulama hukumnya haram, riba termasuk dosa besar, riba termasuk amalan yang melebur amal-amal kebajikan.
 
Larangan tentang riba dijelaskan di dalam Al-Qur'an dalam surat Al-Baqarah ayat 275:
   وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)
 
2. Gharar (ketidakpastian)
Gharar yaitu ketidakpastian dalam transaksi yang diakibatkan dari tidak terpenuhinya ketentuan syariah dalam transaksi tersebut. Dampak dari transaksi yang mengandung gharar adalah adanya pendzaliman atas salah satu pihak yang bertransaksi sehingga hal ini dilarang dalam islam.
 
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan gharar sebagai transaksi yang obyeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali bila diatur lain dalam syariah.
 
3. Maysir (perjudian)
Secara bahasa, maysir diartikan sebagai kegiatan untuk memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras. Biasanya, istilah ini dikaitkan pada praktik perjudian.

Sementara menurut istilah, pengertian maysir adalah kegiatan muamalah yang memungkinkan seseorang mengalami keuntungan dan kerugian. Kegiatan ini dapat membuat salah satu pihak menanggung beban pihak lain akibat kalah dari permainan.

Mengutip buku Fiqih Muamalah karya Muhammad Sauqi (2020), maysir sama saja seperti judi, di mana orang yang terlibat di dalamnya melakukan tindakan tertentu secara gambling. Artinya, semua keputusan yang diambil oleh orang tersebut tidak disertai dengan data atau fakta.

Mengenai hal ini sudah terdapat dalil Al-Qur’an yang melarang maysir dan gharar dalam QS. Al Maidah ayat 90 sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90)

4. Ihtikar (penimbunan)
Ihtikar atau dalam istilah syara' lebih dikenal dengan sebutan penimbunan barang adalah satu tindakan menyimpan harta, manfaat, atau jasa dan enggan menjual dan memberikannya kepada orang lain, yang mengakibatkan melonjaknya secara drastis. Kemudian menjualnya ketika harga sudah naik demi mendapatkan keuntungan.

Dalam sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah, ''Siapa yang melakukan penimbunan barang dengan tujuan merusak harga pasar, sehingga harga naik secara tajam, maka ia telah berbuat salah.''

5. Tadlis (penipuan)
Tadlis adalah situasi di mana salah satu dari pihak yang bertransaksi berusaha untuk menyembunyikan informasi dari pihak yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk menipu pihak lain akibat ketidaktahuan akan informasi objek yang diperjualbelikan.

Informasi yang disembunyikan bisa berupa jumlah, kualitas, harga, hingga waktu penyerahan barang yang ditransaksikan. Contohnya sering kita temui di kehidupan sehari-hari, seperti menjual barang bekas di marketplace tanpa deskripsi barang yang lengkap ataupun mencurangi timbangan saat berbelanja kebutuhan pokok.

6. Suht (haram zatnya)
Suht atau barang haram adalah barang-barang yang diharamkan zatnya untuk dikonsumsi, diproduksi, dan diperdagangkan menurut nash yang terdapat di dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits.
 
7. Risywah (suap menyuap)
Risywah adalah apa-apa yang diberikan untuk membatalkan barang yang benar dan membenarkan barang yang batal (salah) (Taju al-’arus, al-Mu’jam al-wasith, Hasyiatu al-thahthawy ’ala al-dur 3/177). Risywah (suap) dalam urusan hukum dan risywah yang harus dipertanggungjawabkan dari suatu perbuatan, hukumnya haram tanpa adanya perbedaan pendapat dan termasuk dosa besar.
 
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 188:

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)

Nah itu tadi beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam, alangkah baiknya kita sebagai umat Muslim menghindari transaksi tersebut agar harta yang kita miliki mendapatkan keberkahan dari Allah Ta'ala.
Semoga bermanfaat.

Oleh: Dzul Fahma Nafii'ah

Referensi:

Posting Komentar

0 Komentar