EKONOMI SYARIAH VERSUS EKONOMI KAPITALIS
Oleh : Nabila Nur Oktaviani ( 2024SEK006)
Institut Teknologi Bisnis AAS Indonesia
ABSTRAC
This research analyses the comparison between Islamic and capitalist economic systems from various fundamental aspects. Using qualitative research methods based on literature study and content analysis, this study explores the fundamental differences between the two economic systems in terms of philosophical foundations, basic values, systemic goals, market mechanisms, and the impact of their implementation on society.The results show that the capitalist economy is built on the foundations of individualism, rationalism, and secularism that emphasise absolute freedom in ownership and economic activity. Although successful in promoting economic growth and technological innovation, this system presents serious weaknesses in the form of social inequality, moral crisis, environmental damage, and global economic instability. In contrast, Islamic economics is based on transcendental values from the Qur'an and Sunnah that integrate the material and spiritual dimensions of economic activity.
A significant difference lies in the concept of ownership, where capitalism adheres to absolute individual ownership, while Islamic economics views ownership as a mandate from Allah that must be managed for the common good. In terms of system objectives, capitalism is oriented towards economic growth and efficiency, while Islamic economics aims to achieve falah (overall prosperity hereafter) by emphasising social justice and balance in wealth distribution.The study concludes that Islamic economics offers a comprehensive solution to contemporary economic challenges through principles such as zakat, prohibition of usury, fairness in transactions, and social responsibility. Serious efforts are needed to integrate Islamic economic principles into economic policies in order to create an inclusive, fair and sustainable economic order in the future.
Keywords: Islamic Economy, Capitalist Economy, Economic System, Social Justice, Falah
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis perbandingan antara sistem ekonomi syariah dan ekonomi kapitalis dari berbagai aspek fundamental. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif berbasis studi literatur dan analisis konten, kajian ini mengeksplorasi perbedaan mendasar kedua sistem ekonomi dalam hal landasan filosofis, nilai-nilai dasar, tujuan sistemik, mekanisme pasar, dan dampak implementasinya terhadap masyarakat.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekonomi kapitalis dibangun atas fondasi individualisme, rasionalisme, dan sekularisme yang menekankan kebebasan absolut dalam kepemilikan dan aktivitas ekonomi. Meskipun berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi teknologi, sistem ini menghadirkan kelemahan serius berupa kesenjangan sosial, krisis moral, kerusakan lingkungan, dan ketidakstabilan ekonomi global. Sebaliknya, ekonomi syariah berlandaskan nilai-nilai transendental dari Al-Qur'an dan Sunnah yang mengintegrasikan dimensi material dan spiritual dalam aktivitas ekonomi.
Perbedaan signifikan terletak pada konsep kepemilikan, dimana kapitalisme menganut kepemilikan absolut individual, sementara ekonomi Islam memandang kepemilikan sebagai amanah dari Allah yang harus dikelola untuk kemaslahatan bersama. Dalam hal tujuan sistem, kapitalisme berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan efisiensi, sedangkan ekonomi Islam bertujuan mencapai falah (kesejahteraan menyeluruh dunia-akhirat) dengan menekankan keadilan sosial dan keseimbangan distribusi kekayaan.Kajian ini menyimpulkan bahwa ekonomi syariah menawarkan solusi komprehensif terhadap tantangan ekonomi kontemporer melalui prinsip-prinsip seperti zakat, larangan riba, keadilan dalam transaksi, dan tanggung jawab sosial. Diperlukan upaya serius untuk mengintegrasikan prinsip ekonomi Islam ke dalam kebijakan ekonomi guna menciptakan tatanan ekonomi yang inklusif, adil, dan berkelanjutan di masa depan.
Kata kunci : Ekonomi Syariah, Ekonomi Kapitalis, Sistem Ekonomi, Keadilan Sosial, Falah
PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi ekonomi yang ditandai oleh persaingan pasar bebas dan pertumbuhan ekonomi yang agresih,kapitalisme masih menjadi system ekonomi dominan yang dianut oleh mayoritas negara di dunia. System ini menjunjung tinggi prinsip kebebasan individu dalam memiliki dan megelola sumber daya, menekan pada mekanisme pasar sebagai pengatur utama ekonomi, serta mendorong efisiensi produksi dan pertumbuhan tanpa batas. Meskipun telah mendorong kemajuan teknologi dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di banyak negara, kapitalisme juga menghadirkan berbagai dampak negatif, seperti kesenjangan sosial, eksploitasi sumber daya alam, krisis finansial berulang, dan melemahnya dimensi etika dalam ekonomi.
Sebagai respons terhadap krisis dan ketimpangan yang ditimbulkan oleh kapitalisme, ekonomi syariah hadir sebagai alternatif sistem ekonomi yang menawarkan paradigma berbeda. Berlandaskan nilai-nilai ilahiah yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, ekonomi syariah tidak hanya berorientasi pada keuntungan material, tetapi juga mengedepankan keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, serta keseimbangan antara kepentingan individu dan kolektif. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai falah, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin di dunia dan akhirat.
Perbedaan mendasar antara ekonomi kapitalis dan ekonomi syariah tidak hanya terletak pada instrumen teknis seperti larangan riba atau sistem zakat, tetapi juga pada asas filosofis dan nilai-nilai yang melandasinya. Kapitalisme menjadikan manusia sebagai pusat dan tujuan kegiatan ekonomi (homo economicus), sementara ekonomi Islam memposisikan manusia sebagai khalifah Allah yang bertanggung jawab secara moral dan spiritual dalam setiap aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, analisis perbandingan antara keduanya penting dilakukan untuk memahami karakteristik, kekuatan, kelemahan, serta dampak dari masing-masing sistem terhadap masyarakat dan lingkungan.
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis secara komparatif nilai-nilai dasar, tujuan sistemik, serta dampak implementatif dari ekonomi kapitalis dan ekonomi syariah. Dengan pendekatan normatif dan historis, penulis berharap kajian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih utuh tentang bagaimana kedua sistem bekerja, serta menawarkan refleksi kritis mengenai arah masa depan sistem ekonomi yang lebih adil, manusiawi, dan berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan kualitatif, yang mengacu pada studi terdahulu berbasis kajian literatur. Pendekatan ini mencakup serangkaian aktivitas seperti pengumpulan data melalui sumber pustaka, pembacaan, pencatatan, dan pengolahan bahan-bahan penelitian yang relevan dan representatif terhadap permasalahan yang diteliti (Sirajuddin & Tamsir, 2022). Melalui pendekatan kualitatif, data diperoleh dengan menganalisis isi dari dokumen, artikel ilmiah, dan jurnal yang terkait.
Desain penelitian yang digunakan berupa analisis konten dalam studi pustaka, yang dilakukan dengan menelaah berbagai sumber tertulis baik dalam bentuk cetak maupun digital, serta membahasnya secara kualitatif sesuai dengan topik penelitian (Sri Mahargiyantie, 2020). Pendekatan ini memungkinkan dilakukannya perbandingan secara mendalam terhadap perbedaan, kelebihan, kekurangan, dan potensi dari masing-masing sistem ekonomi yang dikaji. Selain itu, pendekatan ini juga memberikan kontribusi penting dalam memahami implikasi ekonomi, sosial, dan etika dari kedua sistem ekonomi yang dibahas. Temuan dari kajian ini diharapkan dapat menjadi pijakan dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan di masa depan.
HASIL PEMBAHASAN
Dalam dekade terakhir, wacana tentang efektivitas dan keberlanjutan sistem ekonomi global kembali mencuat, terutama pasca berbagai krisis keuangan yang mengungkap kelemahan sistem kapitalisme. Ketimpangan sosial, eksploitasi sumber daya alam, krisis moral, dan ketidakpastian ekonomi menjadi masalah laten dalam sistem ekonomi kapitalis. Di sisi lain, ekonomi Islam mulai dilirik sebagai alternatif sistem yang menawarkan keadilan distribusi, kesetaraan, dan keseimbangan antara dimensi material dan spiritual. Pembahasan ini mengintegrasikan perspektif dua penelitian utama yang secara kritis mengkaji perbedaan mendasar antara ekonomi Islam dan kapitalisme, baik dari aspek nilai, filosofi, tujuan sistem, hingga dampaknya terhadap masyarakat.
1. Aspek Nilai dan Landasan Filosofis
Sistem ekonomi kapitalis dibangun atas dasar rasionalisme, sekularisme, dan individualisme. Akar filosofinya berasal dari pemikiran para ekonom Barat seperti Adam Smith, David Ricardo, dan John Stuart Mill, yang memandang manusia sebagai makhluk ekonomi (homo economicus) yang rasional, egoistik, dan berorientasi pada keuntungan pribadi. Kapitalisme memisahkan aspek moral dan spiritual dari kegiatan ekonomi, sehingga sistem ini menekankan kebebasan bertindak tanpa keterikatan pada nilai-nilai etis atau agama.
Sebaliknya, ekonomi Islam berpijak pada tauhid, yaitu pengesaan Allah sebagai pusat seluruh aktivitas kehidupan. Nilai dasar dalam ekonomi Islam mencakup keadilan ('adalah), keseimbangan (mīzān), amanah, dan tanggung jawab sosial. Semua aspek ekonomi dalam Islam bersifat transendental dan etis, karena bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis, bukan semata-mata dari rasionalitas manusia. Oleh karena itu, dalam sistem Islam, kegiatan ekonomi tidak terlepas dari pengabdian kepada Allah dan harus mengikuti prinsip-prinsip syariah.
2. Konsep Kepemilikan dan Distribusi Kekayaan
Dalam sistem kapitalisme, kepemilikan bersifat absolut dan individual. Setiap individu bebas mengakumulasi kekayaan sebanyak mungkin, dan negara hanya bertindak sebagai fasilitator hukum. Konsekuensinya, sistem ini cenderung melanggengkan kesenjangan sosial, karena distribusi kekayaan sangat bergantung pada mekanisme pasar yang tidak selalu adil.
Berbeda halnya dengan ekonomi Islam yang mengajarkan bahwa kepemilikan mutlak atas harta adalah milik Allah, dan manusia hanya sebagai pengelola (khalifah). Konsep ini menumbuhkan kesadaran bahwa kekayaan harus digunakan untuk kemaslahatan bersama, bukan untuk akumulasi pribadi semata. Dalam Islam, terdapat mekanisme distribusi kekayaan yang jelas dan bersifat wajib, seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, serta pelarangan terhadap praktik riba, gharar, dan maysir, yang berpotensi merugikan pihak lain.
3. Tujuan Sistem Ekonomi
Tujuan ekonomi kapitalis adalah pertumbuhan ekonomi dan efisiensi alokasi sumber daya. Keberhasilan ekonomi diukur berdasarkan indikator seperti GDP, laba korporasi, dan volume perdagangan. Dalam sistem ini, kemajuan diukur dari sisi kuantitatif tanpa mempertimbangkan dimensi etika, sosial, dan lingkungan.
Sebaliknya, sistem ekonomi Islam bertujuan untuk mencapai falah (kesejahteraan lahir dan batin, dunia dan akhirat). Ini tidak hanya mencakup peningkatan kesejahteraan material, tetapi juga menekankan keadilan sosial, keharmonisan lingkungan, dan stabilitas spiritual. Sistem Islam tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi juga pada cara dan proses pencapaian hasil tersebut sesuai syariah.
4. Mekanisme Pasar dan Peran Negara
Kapitalisme menganut prinsip pasar bebas tanpa intervensi negara (laissez-faire). Pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator pasif dan penjaga keamanan hukum. Namun dalam praktiknya, pasar bebas seringkali menimbulkan distorsi, monopoli, eksploitasi, dan kegagalan pasar yang berujung pada krisis berkepanjangan.
Dalam ekonomi Islam, pasar tetap diakui, tetapi tidak bebas sepenuhnya. Islam mengenal lembaga hisbah yang berfungsi sebagai pengawas pasar untuk memastikan tidak terjadi penipuan, penimbunan, ketidakadilan harga, dan kecurangan. Negara memiliki peran aktif untuk menjaga stabilitas harga, menjamin ketersediaan barang pokok, serta melindungi kepentingan masyarakat umum dari praktik ekonomi yang zalim.
5. Aspek Investasi dan Sektor Riil
Dalam kapitalisme, investasi diarahkan untuk maksimalisasi keuntungan, bahkan jika itu berarti menggunakan instrumen-instrumen spekulatif yang tidak produktif. Sistem bunga (riba) dalam perbankan konvensional menjadi sumber keuntungan utama, meskipun hal ini seringkali tidak terhubung langsung dengan sektor riil.
Sebaliknya, dalam ekonomi Islam, investasi diarahkan pada sektor yang halal, produktif, dan berorientasi pada kemaslahatan umat. Sistem bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) menggantikan riba. Dengan model ini, risiko dan keuntungan dibagi secara adil, sehingga tercipta hubungan yang seimbang antara pemilik modal dan pengelola usaha. Dana yang beredar harus terkoneksi dengan aktivitas nyata, bukan bersifat spekulatif.
6. Implikasi Sosial dan Etis
Salah satu kritik terbesar terhadap kapitalisme adalah kerusakan struktural yang ditimbulkannya, seperti kesenjangan kekayaan, kemiskinan ekstrem, kerusakan lingkungan, hingga krisis moral. Sistem ini telah menciptakan dunia yang terpolarisasi: segelintir orang sangat kaya, sementara sebagian besar hidup dalam kemiskinan.
Ekonomi Islam, sebaliknya, dibangun atas prinsip maslahah (kemanfaatan umum), dengan tujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan harmonis. Dalam Islam, etika dan moral bukan elemen tambahan, tetapi justru menjadi pilar utama dalam setiap transaksi ekonomi. Larangan terhadap penipuan, monopoli, riba, dan eksploitasi menjadi bukti bahwa sistem ini menempatkan manusia dan nilai di atas kepentingan materi semata.
7. Potensi dan Tantangan Implementasi Ekonomi Islam
Meski menawarkan banyak keunggulan konseptual dan normatif, penerapan ekonomi Islam tidaklah tanpa tantangan. Beberapa kendala utama antara lain:
Rendahnya literasi masyarakat tentang prinsip ekonomi Islam,
Lemahnya dukungan regulasi dan politik,
Dominasi sistem kapitalisme global yang menghambat alternatif sistem lain.
Namun, sejumlah negara dengan populasi Muslim besar, termasuk Indonesia, telah menunjukkan kemajuan dalam membangun ekosistem ekonomi syariah melalui:
Perbankan syariah,
Lembaga zakat dan wakaf,
Fintech berbasis syariah,
Produk halal global.
8. Konvergensi: Jalan Tengah Menuju Sistem Ekonomi Berkeadilan
Beberapa pakar ekonomi menyarankan adanya pendekatan konvergensi, yakni dengan mengadopsi prinsip-prinsip etika dari ekonomi Islam dalam sistem kapitalis. Hal ini dapat melahirkan sistem ekonomi hibrida yang tetap dinamis tetapi berlandaskan nilai. Misalnya, penguatan sektor keuangan syariah, penegakan keadilan distributif, dan pengawasan pasar yang berbasis moralitas.
Dengan mengintegrasikan nilai dan pasar, serta menyeimbangkan kepentingan individu dan kolektif, sistem ekonomi Islam dinilai lebih adaptif dan solutif dalam menghadapi tantangan ekonomi kontemporer secara holistik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan yang dilakukan terhadap dua sistem ekonomi dominan — yaitu ekonomi syariah dan ekonomi kapitalis — dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki perbedaan mendasar dari segi landasan nilai, filosofi, tujuan sistem, mekanisme pasar, hingga implikasi sosial dan etis.
Ekonomi kapitalis dibangun atas fondasi individualisme dan kebebasan absolut dalam kepemilikan serta aktivitas ekonomi. Meskipun kapitalisme telah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi teknologi, sistem ini juga menunjukkan kelemahan serius seperti kesenjangan sosial, krisis moral, kerusakan lingkungan, serta ketidakstabilan ekonomi global yang kerap berulang. Sistem ini cenderung menomorsatukan akumulasi keuntungan dan mengabaikan prinsip-prinsip keadilan distributif dan keberlanjutan.
Sebaliknya, ekonomi Islam menawarkan pendekatan yang integral dan berlandaskan nilai-nilai transendental, di mana seluruh kegiatan ekonomi dipandang sebagai bagian dari ibadah dan pengabdian kepada Allah Swt. Tujuan utama dari ekonomi syariah adalah untuk mencapai kesejahteraan menyeluruh (falah), yang mencakup dimensi material dan spiritual, serta menjamin tercapainya keadilan sosial dan keseimbangan dalam distribusi kekayaan. Prinsip-prinsip seperti zakat, larangan riba, keadilan dalam transaksi, dan tanggung jawab sosial menjadi pilar utama yang membedakan ekonomi Islam dari sistem kapitalis.
Selain itu, ekonomi Islam mendorong keterlibatan aktif negara dalam mengawasi pasar melalui lembaga hisbah guna memastikan bahwa mekanisme pasar berjalan secara adil dan tidak merugikan masyarakat. Konsep kepemilikan dalam Islam juga bersifat relatif; kekayaan tidak boleh hanya berputar di kalangan orang kaya saja, tetapi harus mengalir ke seluruh lapisan masyarakat.
Melalui kajian ini, dapat ditegaskan bahwa ekonomi syariah tidak hanya merupakan alternatif, tetapi juga solusi komprehensif yang menjawab tantangan-tantangan ekonomi kontemporer. Diperlukan upaya serius untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip ekonomi Islam ke dalam kebijakan ekonomi nasional maupun global, agar dapat tercipta tatanan ekonomi yang inklusif, adil, dan berkelanjutan di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, E. (2005). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: Pustaka Asatruss.
Chapra, M. U. (2000). Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani Press.
Chapra, M. U. (2000). The Future of Economics: An Islamic Perspective. Leicester: The Islamic Foundation.
Fauziah, D. R., & Sarkani. (2023). Kritik terhadap Sistem Ekonomi Kapitalisme dan Solusi Ekonomi Islam. Cirebon: Universitas Majalengka.
Hamidi, M. L. (2007). Gold Dinar: Sistem Moneter Global yang Stabil dan Berkeadilan. Jakarta: Senayan Abadi Publishing.
Muslim, M. B. (2012). Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Kapitalis. Al-Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah, 4(2), 306–316.
Rivai, V. (2009). Prospek Lembaga Keuangan Islam di Era Krisis Finansial Global. Jakarta.
Swasono, S. E. (2010). Ekspose Ekonomi: Mewaspadai Globalisasi dan Pasar Bebas. Yogyakarta: PUSTEP–UGM.
Swasono, S. E. (2012). Paradigma Baru Ilmu Ekonomi. Jakarta.
Yusanto, I. M. (2009). Pengantar Ekonomi Islam. Bogor: Al-Azhar Press.
0 Komentar